AIR menjadi masalah serius akhir-akhir ini. Ketersediaan air bersih semakin menipis, terutama di daerah-daerah perkotaan. Badan Perencana Pembangunan Nasional bahkan memprediksi air absolut di Jawa akan habis pada 2040.
Ada banyak penyebabnya. Mulai dari penyerapan air hujan yang semakin minim, pengisapan air tanah yang gila-gilaan, hingga iklim yang berubah, yang membuat musim kemarau lebih panjang dari biasanya.
Juga deforestasi dan degradasi lahan. Menurut Jack Westoby, dalam Introduction to World Forestry, nilai hutan sesungguhnya bukan pada kayu, melainkan air.
BACA: Pohon Pelindung Mata Air
Soal air ini juga menjadi perhatian para ulama terdahulu. Jika kita perhatikan kitab-kitab hadits dan fikih, kita akan selalu menemukan bab tentang air. Bahkan di banyak kitab, bab tentang air ini merupakan bab pertama, walaupun pembahasann dalam kitab-kitab itu lebih banyak berkaitan dengan hukum bersuci, misalnya berwudu, mandi, dan lain sebagainya.
Meski demikian, ada sejumlah bab yang khusus membahas tentang air, pemanfaatannya, dan pembagiannya. Dalam Shahih Al-Bukhari, misalnya, hadits-hadits tentang distribusi air ini dikumpulkan dalam Kitab Al-Masafah atau Bab Distribusi Air (dalam referensi klasik, bab disebut juga sebagai kitab).
Jika kita perhatikan, hadits-hadits tentang pembagian air dalam bab tersebut, maka kita pahami bahwa sejak masa lalu Islam telah memerintahkan kita untuk memakai dan mendistribusikan air dengan sangat bijak. Ini mungkin terkait dengan tempat tinggal Nabi Muhammad SAW di Jazirah Arab, di mana air tidak semelimpah di banyak tempat di Indonesia.
Hal ini tidak hanya kita lihat dalam Kitab Masafah, tapi juga dalam bab tentang air terkait dengan penyucian diri. Berwudu dan mandi junub selalu dicontohkan dengan cara memakai air yang secukupnya. Nabi Muhammad SAW, dalam mencontohkan mandi junub, misalnya, hanya menggelontorkan tiga gayung air setelah membersihkan beberapa bagian tubuh dan berwudu.
Kembali ke Kitab Musafah. Yang menarik adalah, Imam Bukhari memulai bab ini dengan sebuah ayat: “Dan Kami jadikan semua makhluk hidup dari air. Apakah kalian tidak beriman?” Ini adalah dasar dari semua hadits yang akan dia riwayatkan dalam bab tersebut. Air sebagai sumber kehidupan.
BACA: Menaikkan Air Tanpa Listrik
Karena air adalah sumber kehidupan, maka memberikan air sama dengan memberikan kehidupan. Itulah kenapa, hadits pertama yang muncul di bab itu adalah himbauan Nabi SAW agar umat Islam membeli sumur atau mata air yang berada dalam properti pribadi, lalu menyedekahkan atau mewakafkannya. Ketika mendengar hal ini, sahabat Nabi SAW yang terkenal kaya, Utsman bin Affan, langsung membeli sebuah sumur dan mewakafkannya.
Meski demikian, bukan berarti mata air bisa dikuasai begitu saja oleh pribadi. Dalam salah satu sabdanya di bab tersebut, Rasulullah SAW berkata: “Jangan menghalangi air yang berlebih.” Ini dijadikan oleh para fukaha (ahli fikih) untuk menarik hukum, pemilik sumber air lebih berhak pada air yang ada di lahannya hingga air di sana melebihi keperluannya. Kelebihan itu kemudian menjadi milik umum.
Artinya, air dalam Islam tidak bisa dimiliki sepenuhnya oleh pribadi. Air yang merupakan sumber kehidupan itu juga hak publik. Karenanya, merusak kualitas air sangat dicela dalam Islam. Terutama air dalam ranah publik, seperti di sungai. Mereka yang tinggal di hulu dilarang keras merusak kualitas air hingga mereka yang tinggal di hilir tak dapat memanfaatkannya.
Islam tidak hanya meminta kita untuk berbagi air bersih dengan sesama manusia. Dalam hadits lainnya, Rasulullah SAW mengisahkan bagaimana seorang pria mendapat pahala besar karena berjuang memberi air untuk seekor anjing yang kehausan.
BACA: Bagaimana Memanen Air Hujan
Para sahabat bertanya: “Wahai Utusan Allah, apakah kita mendapat pahala dengan memberi minum binatang?” Rasulullah SAW menjawab, “Bahkan saat kalian memberi minum kepada semua makhluk yang bergerak.”
Kesadaran ini yang kadang hilang saat ini. Sumber-sumber air dikuasai oleh pribadi atau perusahaan. Hal itu justru dilakukan saat umat manusia sedang membutuhkan air.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Sarjana Hadits Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, Kairo
Topik :