DI masa sulit sekalipun, perempuan punya daya tahan, bahkan menjadi inspirator dan motivator. Gambaran ini yang muncul dari tiga perempuan dalam webinar "Kreativitas Perempuan Beradaptasi dengan Lingkungan di Era New Normal” pada 3 Juli 2020.
Webinar yang diadakan oleh Direktorat Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini menampilkan Oday Kadariah, penerima Kalpataru 2018 kategori Perintis. Juga ada Sumita Oktaviani dari Kelompok Wanita Tani (KWT) Flamboyan serta Fitria Ariyani, Direktur Bank Sampah Nusantara.
Menurut Oday Kadariah, perempuan mampu menjadi garda depan kesehatan baik di masa pandemi maupun sesudahnya. Caranya sederhana. Dengan menanam berbagai jenis tanaman obat yang berkhasiat menjaga dan memperkuat sistem imunitas tubuh. Semua tanaman itu jenis yang lazim dipakai sehari-hari, baik untuk bumbu dapur maupun ramuan herbal. Sebut saja di antaranya kunyit, jahe merah, sereh.
Bu Oday memaparkan cara pembuatan dan penggunaan beberapa tanaman tersebut. Misalnya, cairan kunyit. Setelah dicuci, digiling, lalu rebus, kemudian disaring sebelum siap disajikan. “Bisa disimpan di kulkas untuk beberapa hari,” katanya sembari meminum cairan itu. Praktis, gampang dan menyehatkan. “Tidak perlu sering ke dokter. Obatnya dari pekarangan sendiri.”
Oday, yang bermukim di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, memberikan tips untuk ramuan herbal semua tanaman tersebut dipanen di atas usia setahun. Sementara untuk keperluan bumbu dapur boleh dipanen kurang dari satu tahun.
Perempuan yang sudah bercucu ini juga menjelaskan bahwa tanaman obat yang digiling atau ditumbuk dengan tangan jauh lebih terjaga khasiatnya dibandingkan dengan dihancurkan dengan alat berdaya listrik. Mengakhiri paparannya, Oday mengajak semua yang hadir untuk selalu menerapkan pola hidup sehat, menjaga kebersihan dan memperkuat imunitas tubuh.
Sementara Sumita Oktaviani, bersama perempuan lainnya yang tergabung dalam KWT Flamboyan, telah lama menyulap pekarangan mereka menjadi sumber penyuplai dapur keluarga. Teh Okta, panggilan akrabnya, menjelaskan berbagai jenis sayuran dan tanaman obat tumbuh subur di halamannya. Sebut saja cabai, sawi, kangkung, jahe, kunyit dan sebagainya.
Selain itu, ia juga memelihara lele di bak kecil yang diletakkan di halaman rumah. Air bak berasal dari air hujan. Selain sebagai media hidup ikan, air hujan tampungan tersebut juga dipakai Okta untuk menyiram tanaman dua kali sehari.
Kunci keberhasilan mempraktikkan pekarangan sebagai sumber pangan sehat, menurut Okta, adalah rajin dan telaten. Kebun, misalnya, dirawat dengan penuh kasih sayang. “Saya bahkan kerap berzikir sambil mengurus tanaman. Saya sirami dua kali sehari,” katanya.
Beralih ke Fitria Ariyani, perempuan muda ini akrab dengan sesuatu yang umumnya dipandang kotor dan menjijikkan: sampah. Fitria mengolah sampah untuk menyelamatkan lingkungan. Ia meminta tiap rumah tangga melakukannya agar pandemi tak kian bertambah runyam akibat produksi sampah bertambah karena semua orang beraktivitas di rumah.
Fitria memberikan tips-tips sederhana agar kita tak banyak memproduksi sampah. Saat memesan makanan secara online, misalnya, tidak meminta bungkus plastik, tapi kardus atau bahan lain yang mudah terurai. Tidak perlu membeli barang yang tidak diperlukan atau jarang digunakan. Barang-barang bekas seperti botol plastik besar, sepatu butut, ember bekas dan sebagainya bisa dipakai untuk wadah media tanam.
Mulai sekarang mengolah sampah sendiri. Caranya, sampah organik dan non-organik dipisahkan wadahnya. Sampah masker dan medis lainnya dipisahkan, dibungkus terpisah lalu disalurkan ke instansi yang bisa menangani seperti Dinas Lingkungan Hidup setempat.
Sampah kertas, plastik dan botol bisa disalurkan ke bank sampah. Sampah makanan dan dedaunan di halaman bisa dijadikan kompos organik untuk tanaman di pekarangan. Pendeknya, Fitri mengajak semua untuk mencintai lingkungan mulai dari diri sendiri.
Direktur Kementerian Lingkungan Jo Kumala Dewi mengatakan mencintai lingkungan dari diri sendiri bisa menular kepada orang lain: keluarga, komunitas, dan masyarakat luas. Hal-hal besar dimulai dari sesuatu yang kecil dan sederhana.
Gambar oleh photoAC dari Pixabay.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Board Kawal Borneo Community Foundation dan anggota The Climate Reality Leaders of Indonesia.
Topik :