Kabar Baru| 22 Agustus 2020
Deforestasi Global Turun, Luas Hutan Alam Naik
KABAR baik datang dari Food and Agriculture Organization (FAO), organisasi pangan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam publikasi mereka yang baru saja terbit, Global Forest Research Assessment 2020, menyebutkan bahwa deforestasi global turun dan luas hutan alam meningkat. Sejak 1946, FAO rutin menerbitkan laporan keadaan hutan global.
Menurut laporan terbaru mereka, hutan di planet bumi seluas 4,06 miliar hektare. Jika dibagi jumlah penduduk 7,7 miliar sekarang, artinya luas hutan hanya 0,52 hektare per kapita atau rasio tiap orang hanya setengah lapangan sepak bola. Dari luas tersebut hutan tropis masih paling luas (45%), disusul hutan boreal (yang didominasi pohon pinus—biasanya di belahan bumi utara—seluas 27%), hutan iklim sedang (temperate, 16%), dan hutan subtropis (11%).
Meski hutan tropis paling luas, Indonesia tak masuk dalam lima besar negara yang memiliki hutan paling luas. Sebanyak 54% luas hutan didominasi oleh lima negara, yakni Rusia (815 juta hektare), Cina (220 juta hektare), Amerika Serikat (310 juta hektare), Brazil (497 juta hektare), dan Kanada (347 juta hektare). Luas hutan Indonesia, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, seluas 125 juta hektare.
Dari luas tersebut setiap tahun sejak 1990 hutan yang hilang (forest loss) sebanyak 178 juta hektare atau setara luas satu negara Libya. Meski begitu laju kehilangan tutupan hutan menurun tiap dekade. Pada 1990-2000 kehilangan tutupan hutan seluas 7,8 juta hektare, menurun menjadi 5,2 juta hektare pada 2000-2010, dan turun tinggal 4,7 juta hektare pada 2010-2020.
Untuk bisa memahami kehilangan hutan kita mesti memahami pengertian hutan. FAO (2000) merumuskan bahwa hutan adalah lahan yang luasnya minimal 0,5 hektare dan ditumbuhi pepohonan dengan persentase penutupan tajuk minimal 10% yang pada usia dewasa mencapai tinggi minimal 5 meter.
Sementara Menteri Kehutanan Indonesia pada 2004 melalui peraturan nomor 14 mendefinisikan hutan sebagai lahan seluas minimal 0,25 hektare yang ditumbuhi pepohonan dengan persentase penutupan tajuk minimal 30% yang pada akhir pertumbuhan mencapai tinggi minimal 5 meter.
Menurut FAO kehilangan tutupan hutan melambat karena berkurangnya ekspansi pemanfaatan hutan untuk keperluan lain. Dalam sepuluh tahun terakhir Afrika dan Amerika Selatan paling banyak mengalami kehilangan hutan masing-masing 3,9 juta hektare dan 2,6 juta hektare.
Sementara luas hutan di Asia justru bertambah paling banyak. Pertambahan luas hutan Asia paling banyak terjadi pada 2000-2010 seluas 2,4 juta hektare tapi menurun satu dekade terakhir menjadi 1,2 juta hektare. Penambahan luas hutan Eropa dalam sepuluh tahun terakhir hanya 0,3 juta hektare.
Adapun angka deforestasi—penggundulan hutan alam untuk keperluan lain—angkanya lumayan besar, yakni 420 juta hektare di seluruh dunia. Tapi trennya turun tiap dekade. Jika pada 1990-2000 deforestasi seluas 16 juta hektare, pada 2000-2010 turun menjadi 15 juta hektare, turun lagi pada 2010-2015 menjadi 12 juta hektare, dan lima tahun terakhir tinggal 10 juta hektare.
Penurunan deforestasi ini berkaitan dengan penghutanan kembali sejumlah wilayah. Seluas 3,75 miliar hektare atau 93% luas hutan di dunia merupakan hutan regeneratif alamiah dan 7% berupa hutan tanaman. Meski begitu, kecepatan penghutanan kembali hutan alam menurun dari tahun ke tahun, dari 12 juta hektare pada 1990-2000 menjadi 8 juta hektare pada sepuluh tahun terakhir.
Dalam kelompok hutan tanaman, Amerika Utara dan Selatan paling banyak menanam kembali jenis lokal dibanding Afrika yang menanam jenis-jenis baru. Asia menduduki urutan kedua dalam hal menanam jenis lokal sebanyak 65%. Penanaman kembali jenis lokal ini membuat jenis hutan primer dunia seluas 1 miliar hektare pada 2020.
Yang mencemaskan dari laporan ini adalah makin berkurangnya luas hutan publik dibanding hutan milik (22%). Kandungan kayu di hutan global juga menurun dari 560 juta meter kubik kayu menjadi 557 juta meter kubik. Artinya, meski hutan alam bertambah, pohonnya makin mengecil dibanding 30 tahun lalu.
Kaitan hutan dengan pemanasan global adalah cadangan karbon yang bisa disimpan oleh ekosistem hutan. Cadangan karbon terbesar (45%) terdapat dalam tanah, sementara biomassa yang ada di dahan, daun, ranting hanya 44%. Sisanya terdapat di serasah (6%), dan kayu lapuk (4%).
Penelitian terbaru di Chile menyebutkan bahwa penanaman pohon monokultur tak bagus untuk mereduksi efek gas rumah kaca. Pohon yang seragam di sebuah areal justru akan menggerogoti cadangan karbon di dalam tanah dan membuat penyerapan karbon dari gas buang aktivitas manusia yang menyebabkan pemanasan global menjadi rendah.
Dari total luas hutan tersebut, sebanyak 30% hutan dipakai untuk keperluan produksi kayu dan non-kayu. Hanya 10% atau 424 juta hektare untuk keperluan proteksi dan perlindungan keragaman hayati. Lainnya seluas 339 juta hektare sebagai sumber air dan 180 juta hektare untuk layanan sosial seperti ekoturisme.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :