Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 11 Agustus 2020

Papua Menjadi Pulau Flora Terkaya di Dunia

Dalam penelitian terbaru, jumlah flora Papua paling banyak di dunia, lebih kaya ketimbang Madagaskar. Data yang diverifikasi 99 ahli botani sejak tahun 1700.

Hutan Papua

PAPUA tanah yang kaya. Kita tahu informasi yang kini sudah jadi slogan. Tapi tak ada data pasti seberapa banyak kekayaan provinsi di ujung timur Indonesia itu. Indonesia hanya disebut sebagai wilayah tropis yang memiliki kekayaan hayati setelah Amazon di Amerika Selatan.

Untuk memastikan data tersebut, sejak 2017 sebanyak 99 ahli botani dari 56 institusi yang berasal dari 19 negara, meneliti ulang dan menyatukan data kekayaan flora dan fauna yang terserak di banyak penelitian dan publikasi ilmiah. Mereka lalu memverifikasikan ke lapangan dan menerbitkannya di jurnal Nature pada 5 Agustus 2020.

Konstruksi Kayu

Para ahli itu antara lain datang dari Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Barat, Fakultas Kehutanan Universitas Papua, Royal Botanic Gardens Kew, Natural History Museum, Royal Botanic Gardens Edinburgh, University of Technology Papua New Guinea.

Para ilmuwan tersebut menyimpulkan bahwa Papua adalah pulau yang memiliki flora terkaya di dunia. Papua dan Papua Nugini menyimpan keanekaragaman hayati 16% lebih tinggi dari Madagaskar, negara pulau di tenggara benua Afrika. Dari verifikasi para peneliti, Papua menyimpan lebih dari 13.000 jenis tumbuhan.

“Tepatnya 13.634 spesies tumbuhan dari 1.742 genus dan 264 famili,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Papua Barat Charlie D. Heatubun.

Dengan jumlah itu, jumlah jenis flora Papua tiga kali lipat dari kekayaan tumbuhan pulau Jawa yang hanya memiliki 4.598 spesies. Kekayaan tersebut membuat Papua menjadi pulau terbanyak menyimpan jenis tumbuhan di Asia Tenggara, 1,4 kali lebih tinggi dibanding Filipina yang kepulauannya menyimpan 9.432 jenis tumbuhan.

Menurut Charlie, flora di Papua didominasi oleh pepohonan. Jumlahnya 29% dari semua flora yang berhasil diverifikasi para ahli. “Amazon memiliki 2,6 kali lebih banyak spesies pohon, tetapi luas wilayahnya 6,4 kali lebih besar dibanding Papua,” katanya.

Luas pulau Papua—kini dimekarkan menjadi dua wilayah Papua dan Papua Barat—319.036 kilometer persegi. Jika digabungkan dengan Papua Nugini totalnya mencapai 785.753 kilometer persegi—pulau kedua terbesar di dunia setelah Greenland.

Sementara Madagaskar yang menjadi pulau keempat terbesar setelah Kalimantan luasnya 587.295 kilometer persegi. Adapun hutan Amazon yang berada di sembilan negara Amerika Latin luasnya 5,5 juta kilometer persegi.

Jumlah flora terbanyak di Papua setelah pohon adalah anggrek (20%). Jumlah anggrek Papua merupakan 17% dari populasi anggrek di seluruh Indonesia. Rasio jumlah anggrek ini sama dengan Ekuador dan lebih tinggi dibanding Kolombia (15%).

Kepada Forest Digest, Charlie mengatakan bahwa penelitian selama tiga tahun itu memverifikasi data hingga tahun 1700-an. “Sumber datanya berasal dari pengamatan langsung yang dikumpulkan dan tersimpan di berbagai belahan dunia,” katanya.

Selama tiga abad, kata Charlie, data-data itu terserak di pelbagai pusat penelitian di Papua, Papu Nugini, Inggris, dan Belanda. Para peneliti datang ke Papua dan mengidentifikasi pelbagai jenis flora lalu menyimpannya di negara asal mereka. Akibatnya, tak ada sumber sahih yang menyatakan jumlah keragaman hayati di pulau ini.

Dalam penelitian ini, para ahli botani memverifikasi 23.000 nama spesies tumbuhan, yang berasal dari sekitar 704.000 spesimen. Dari nama-nama itu para ahli lalu menganalisisnya dengan mengelompokkan flora tersebut ke pelbagai kategori, kelompok endemik, hingga jenis-jenis yang paling langka.

Meski begitu, penyatuan data dan verifikasi selama tiga tahun ini belum menjangkau seluruh wilayah Papua. Charlie memperkirakan penelitian tersebut baru merambah 75% wilayah Papua. Karena itu, ia memprediksi akan ada penambahan 4.000-5.000 spesies dalam 50 tahun ke depan dengan penelitian-penelitian baru dan hasil yang mutakhir.

Beberapa kendala yang dihadapi para ilmuwan ketika memverifikasi data-data tersebut adalah masalah daya jangkau. Ada beberapa wilayah penelitian yang masih terbatas dan belum tersedianya spesimen tumbuhan dari wilayah tersebut. Sementara pengamatan langsung ke lapangan juga sulit karena medan yang masih minim akses.

Dari 75% wilayah itu, menurut Charlie, para ahli menemukan bahwa 68% atau 9.301 spesies tumbuhan adalah endemik Papua atau khas pulau ini yang tak ditemukan di pulau mana pun di dunia. Karena itu, kata dia, keragaman hayati itu perlu dilindungi dari ancaman pemanasan global, konversi lahan menjadi perkebunan, atau perambahan.

“Terutama perlindungan yang terkait dengan daerah distribusi dari jenis-jenis endemik ini,” kata Charlie. “Harus masuk ke dalam pola dan struktur ruang, di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah kita.”

Provinsi Papua Barat sudah menerbitkan peraturan daerah khusus tentang pembangunan berkelanjutan. “Kami sedang merevisi RTRW, sehingga ekosistem yang menjadi habitat penting tumbuhan di sini akan masuk ke dalam 70% wilayah hutan Papua Barat yang harus kami lindungi.”

Cara lain, menurut Charlie, adalah meluaskan strategi pemerintah provinsi untuk melindungi keragaman hayati itu. Misalnya dengan mendirikan kebun raya. Kesadaran masyarakat adalah hal penting lain dalam perlindungan kekayaan flora itu.

Data hasil verifikasi para peneliti ini akan bisa dipakai untuk membantu The International Union for Conservation of Nature (IUCN)—kiblat data keragaman hayati dunia—dalam memastikan jumlah kekayaan hayati Papua. IUCN mensyaratkan data penyebaran sebuah jenis sebelum memasukkannya ke dalam daftar merah kepunahan.

Dengan data yang tersedia secara global itu, kata Charlie, penelitian flora akan lebih mudah dan bisa jadi bahan dasar membuat kebijakan perlindungannya. “Juga bisa melatih generasi orang asli daerah sebagai ahli taksonomi tumbuhan,” kata dia.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain