Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 22 Agustus 2020

Pariwisata Ramah Lingkungan. Seperti Apa?

Pandemi virus corona mendorong pariwisata ramah lingkungan. Bali menjadi pelopor. Seperti apa?

Upacara adat di sebuah pura di Uluwatu, Bali.

DENGAN 8 juta ton sampah plastik masuk ke laut setiap tahun, pariwisata pesisir Indonesia mendapatkan ancaman serius. Indonesia punya program mengurangi sampah laut hingga 70% pada 2025. Bali akan menjadi pionir pariwisata ramah lingkungan mulai bulan ini.

Apalagi pandemi virus corona covid-19 jadi pukulan telak bagi sektor pariwisata. Untuk membangkitkannya tak ada pilihan selain manajemen yang ramah lingkungan. “Kunci membangunkan kembali pariwisata Indonesia, terutama Bali, adalah pembangunan yang berkelanjutan setelah pandemi,” kata Frans Teguh, Pelaksana Tugas Deputi Sumber Daya dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Konstruksi Kayu

Menurut Frans, Bali terpilih menjadi provinsi pengembangan pariwisata skema baru karena menjadi barometer pariwisata di Indonesia. Pertumbuhan pariwisata Indonesia disumbang Bali sebanyak 45%. “Selain itu Bali punya kekuatan budaya alam dengan ekosistem yang strategis sebagai model,” kata Frans.

Wisata lestari, menurut Frans, benar-benar akan ramah lingkungan. Sejak dari penanganan air, kualitas udara, produk agro, penanganan sampah. Dalam uji coba ini seluruh mata rantai ekosistem produk wisata akan menerapkan prinsip-prinsip ekologi. Apalagi, kata Frans, minat masyarakat terhadap wisata ramah lingkungan juga sedang naik.

Aturan-aturan wisata ramah lingkungan akan menjadi agenda utama pemerintah daerah, terutama kabupaten dan kota serta pemerintah provinsi. “Acuannya adalah pedoman pariwisata berkelanjutan melalui Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016,” kata dia.

Menurut Frans, untuk menopang implementasi aturan itu, Kementerian Pariwisata menjalin kerja sama dengan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk penerapan pariwisata berkelanjutan di taman nasional dan wisata yang dikelola KLHK.

Untuk mengawalinya, Kementerian Pariwisata telah menyusun protokol berbasis CHSE (cleanliness, healthy, safety, and environmental sustainability) yang harus diterapkan dengan benar dan disiplin sesuai standar operasional prosedur, khususnya bagi para pelaku usaha di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Tim Ahli Gubernur Bali Bidang Pariwisata, Cipto Aji Gunawan, beberapa waktu lalu memaparkan bahwa pemerintahannya telah menerbitkan dua Peraturan Gubernur terkait pelestarian lingkungan, yaitu mengenai sampah. Pemerintah Bali telah melarang pemakaian plastik sekali pakai untuk semua penyedia wisata. “Ini bagian dari protokol kesehatan,” kata dia.

Saat ini, kata Cipto, sedang berlangsung sertifikasi bagi pelbagai sektor industri, termasuk bahari, mengenai manajemen sampah.

Tanpa manajemen sampah yang tertata, sektor industri akan terancam dengan sendirinya. Dengan 187 juta penduduk yang tinggal di pesisir, produksi sampah yang masuk ke laut sebanyak 3,22 juta ton.

Dengan jumlah sampah yang mencemari lautan itu, Indonesia menjadi produsen sampah terbesar kedua di dunia setelah Cina. Indonesia jauh melampaui produksi pencemar sampah laut dari negara-negara dengan tujuan wisata pantai seperti Thailand atau Brazil.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain