Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 31 Agustus 2020

Pemuda Harapan Iklim

Para pemuda menjadi tumpuan harapan mencegah planet bumi terjerembap kian jauh dalam krisis iklim. Mereka yang akan mewarisi masa depan yang ditentukan oleh kebijakan politik hari ini.

There is No Planet B, slogan pemuda untuk mencegah krisis iklim.

PERUBAHAN iklim jadi masalah krusial hari ini. Dampaknya bisa ke mana-mana: krisis pangan, air, dan energi, serta meningkatkan potensi kemunculan wabah penyakit baru di masa depan. Pandemi covid-19 adalah salah satu dampak perubahan iklim yang disebabkan pemanasan global.

Untuk mencegahnya datang lebih cepat, Indonesia punya komitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% tahun 2030, atau sebanyak 859 juta ton emisi setara karbon dioksida. Tekad yang diajukan dalam Perjanjian Paris 2015 itu akan dicapai melalui mitigasi dan adaptasi terhadap pemanasan global.

Konstruksi Kayu

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ruandha Agung Sugardiman mengingatkan target itu bisa dicapai jika semua pihak berkolaborasi. Termasuk para pemuda.

Ketika berbicara dalam webinar Indonesia Youth Climate Summit 2020 pada 28 Agustus 2020, ia mengatakan peran pemuda sangat besar dalam turut serta mencapai target itu. “Partisipasi aktif sekecil apa pun dari pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga keuangan, generasi muda akan menjadi dorongan besar bagi kesuksesan pengendalian perubahan iklim di Indonesia,” ujarnya.

Salah satu peran pemuda adalah mengampanyekan pentingnya kepedulian terhadap lingkungan. Ia menyebutnya aksi perubahan iklim Indonesia atau Indonesia Climate Action Network, yang disingkat ICAN dengan slogan “Theres no Planet B. I CAN. Together we can”.

Slogan ini adalah slogan yang mendunia, sejak Greta Thunberg terkenal sebagai juru bicara mencegah pemanasan global tahun lalu. Gerakan berdemo sendiri di depan gedung parlemen Swedia tiap Jumat telah menginspirasi anak-anak muda Eropa punya kepedulian yang sama terhadap keadaan dunia. Kiprah mereka dalam gerakan iklim menjadi topik utama Forest Digest edisi 15 (baca liputannya di sini).

Dampak perubahan iklim kian berat karena ditambah pandemi. Pandemi sebagai dampak membuat beban penanganan perubahan iklim bertambah. Pandemi sebagai sebab seharusnya mengingatkan bahwa kebijakan selama ini telah membangkitkan virus-virus ganas yang membahayakan eksistensi manusia. Sementara pandemi sebagai solusi membuat bumi sedikit bernapas lega karena aktivitas berkurang untuk mengurangi penularannya.

Masalahnya, pandemi sebagai solusi bukan pilihan. Pandemi sebagai sebab dan dampak adalah keniscayaan yang mesti dihadapi melalui kebijakan negara yang efektif dalam mencegah pemanasan global. Sebab, di luar pandemi, pelbagai bencana sudah mengintip akibat ekosistem bumi menjadi tak seimbang.

Ruandha mengutip jumlah bencana akhir-akhir ini yang didominasi bencana hidrometeorologi. Sejak tahun 2017, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, terdiri dari kekeringan, banjir, longsor, kenaikan permukaan air laut, dan kebakaran hutan. BNPB mencatat jumlah bencana naik dari 2.372 pada 2017 menjadi 3.824 pada 2019 yang di dominasi bencana hidrometeorologi.

Pada forum yang sama, Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Indonesia Sarwono Kusumaatmadja menjelaskan bahwa kombinasi perubahan iklim dan pandemi covid-19 menunjukkan kompleksitas yang akan berimbas pada kehidupan manusia, seiring waktu.

Menteri Negara Lingkungan Hidup 1993-1998 itu mengatakan dampak perubahan iklim akan terasa lebih cepat. Dulu, kata dia, karakter bencana akibat perubahan iklim, terjadi secara perlahan (slow onset). “Para pemuda-pemudi kita atau orang-orang yang dalam usia produktif akan menghadapi suatu kondisi iklim yang demikian menantang,” katanya.

Penasihat Senior Menteri LHK bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Konvensi Internasional Nur Masripatin menambahkan bahwa dampak krisis iklim jauh lebih dahsyat ketimbang wabah. “Ini pekerjaan rumah kita semua, terutama kaum muda,” katanya.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain