INISIATIF pembentukan dan pengelolaan hutan desa Telaga di Kecamatan Kamipang, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, berawal dari keprihatinan pemerintah desa serta beberapa orang penduduk terhadap ekspansi perkebunan kelapa sawit yang semakin menjalar ke dalam area kelola tradisional warga desa. Ekspansi perkebunan ini, menurut warga Desa Telaga, sudah tidak memperhatikan lagi hak ulayat dan hak asal usul desa.
Dalam perkembangannya, inisiatif mendirikan hutan desa ini bukan untuk sekadar menghadang ekspansi perkebunan kelapa sawit, melainkan pemikiran warga desa dan masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan secara legal dan berkesinambungan.
Pada 2016, masyarakat Desa Telaga melakukan survei kecil-kecilan untuk melihat kelayakan lokasi calon hutan desa yang difasilitasi Yayasan Puter Indonesia, mitra lembaga swadaya masyarakat Katingan-Mentaya Project. Mula-mula mereka membentuk Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), sebagai kelembagaan tingkat desa yang berperan mengelola hutan desa. LPHD lalu mengajukan permohonan izin Hak Pengelolaan Hutan Desa kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Luas hutan desa yang mereka ajukan 9.332,97 hektare pada 2017. Tim Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) regional Kalimantan memverifikasi usulan tersebut. Hasilnya, hutan seluas 2.758 hektare yang berada di kawasan hutan produksi tetap, memenuhi syarat untuk dijadikan hutan desa.
Izin Hak Pengelolaan Hutan Desa tersebut terbit pada 2018, walau surat keputusan secara sah baru diterima Ketua LPHD Telaga, Duak Rahmanto, pada Juli 2019 yang diserahkan secara langsung oleh Gubernur Kalimantan Tengah pada sebuah acar di provinsi. Hutan Desa Telaga pun menjadi satu-satunya hutan desa di wilayah administrasi Kabupaten Katingan yang mendapatkan izin/hak kelola dari KLHK.
Dalam perjalanan pengelolaannya, Hutan Desa Telaga, yang diwakili oleh LPHD, telah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, di antaranya Yayasan Puter Indonesia untuk pengurusan izin dan peningkatan kapasitas pengurus melalui pelatihan-pelatihan dan inisiatif usaha ekowisata melalui dukungan dana dari Dana Mitra Gambut (DMG), Yayasan Orang Amerika (USAID) Lestari, serta Katingan-Mentaya Project untuk kegiatan survei potensi, penandaan batas, dan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD).
Dukungan lain juga diberikan oleh BPSKL Regional Kalimantan untuk pengadaan perahu susur sungai sebagai pendukung sarana usaha ekowisata. Pendampingan dan kolaborasi sangat diperlukan untuk mewujudkan inisiatif hutan desa.
Walau hingga Mei 2020 belum terlihat perubahan signifikan dari segi pendapatan keuangan, Hutan Desa Telaga berperan banyak dalam memberi manfaat sosial yang nyata, antara lain, memberikan pelajaran berorganisasi bagi masyarakat. Keberadaan hutan desa ini juga telah membantu warga desa belajar membuat kebijakan seperti pengaturan antrean perahu ces yang mengantar tamu ke kawasan hutan Desa Telaga di Sungai Kelaru.
Selain itu, melalui mekanisme pengelolaan hutan desa, pemahaman penduduk terhadap manfaat pelestarian lingkungan juga mulai meningkat. Satu contoh nyata sejak ada kepengurusan hutan desa, masyarakat berhasil mencegah kebakaran (zero hotspot) di wilayah hutan desa sejak 2016. Hal ini merupakan capaian yang telah menyelamatkan beraneka ragam spesies tumbuhan dan satwa kunci yang khas di rawa gambut seperti pohon ramin, jelutung rawa, gemor, tumih, serta orang utan, beruang madu, kancil, kucing hutan, aneka burung rangkong, cucak hijau, dan lain-lain.
Keberhasilan pencegahan kebakaran ini tidak datang serta-merta. Dukungan dari pihak ketiga juga turut mempengaruhi usaha perlindungan dan pengawasan, seperti yang terjadi pada 2019 ketika LPHD Telaga mendapat bantuan kerja sama untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan dan ancaman lainnya dari Yayasan Puter Indonesia dan United State Forest Service-International Program (USFS-IP).
Selama musim kemarau, anggota regu siaga api (RSA), yang terdiri dari anggota masyarakat dengan dikoordinasi oleh LPHD, melakukan patroli setiap hari dan tinggal di areal hutan desa. Selain itu, dukungan dari Pemerintah Desa Telaga pun cukup baik, ini dibuktikan dengan dikeluarkannya dana pembinaan dari APBDesa Telaga tahun 2019 untuk pengadaan alat pemadam kebakaran berupa unit pompa air, kendaraan roda dua untuk patroli, radio komunikasi, dan pembuatan pos jaga untuk tim patroli.
Selain kebakaran hutan dan lahan, ancaman serius lain adalah pembalakan liar dan perambahan sebab akses dari sisi timur Hutan Desa Telaga yang berbatasan langsung dengan konsesi salah satu perusahaan kelapa sawit. Melalui celah ini, para pembalak dan perambah memiliki akses untuk masuk ke dalam Kawasan Hutan Desa Telaga. Katingan-Mentaya Project menyediakan pengawasan kawasan secara reguler.
Hutan Desa Telaga bisa menjadi salah satu contoh praktik terbaik dari model perhutanan sosial yang memiliki dampak positif bagi peningkatan ekonomi atau penghasilan warga. Baik itu melalui pemanfaatan hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, maupun jasa lingkungan dengan tetap menjaga aspek keberlanjutan, atau dengan kata lain ekonomi meningkat, hutan tetap lestari.
Artikel ini terbit atas kerja sama Forest Digest dan Katingan-Mentaya Project.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Staf Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) PT Rimba Makmur Utama
Topik :