PADA 16 September 2019, G20 Environment Ministers Meeting membahas penanganan kerusakan lahan, konservasi terumbu karang, dan sampah laut. Pertemuan online itu dihadiri 19 negara, termasuk Indonesia, Uni Eropa, serta wakil beberapa negara peninjau.
Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto mengatakan Indonesia menyampaikan tiga kekuatan membangun lingkungan hidup dan kehutanan, yaitu kekuatan moral, intelektual dan pendanaan.
“Kekuatan moral merupakan pengejawantahan mandat konstitusi, kekuatan intelektual diperoleh dari berbagai kerja sama teknis pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan dengan dunia internasional, sementara kekuatan pendanaan dari alokasi sumber dana prioritas nasional serta dari kerja sama dengan negara lain,” kata Agus dalam keterangan tertulis.
Menurut Agus, dana APBN akan difokuskan pada penanaman seluas 100.000-200.000 hektare per tahun. Kawasan hutan mangrove termasuk menjadi fokus program penanaman, dengan target rehabilitasi seluas 637.000 hektare mangrove kritis. Angka ini bagian dari 3,3 juta hektare luas mangrove Indonesia. Rehabilitasi akan dimulai tahun ini. Dari luas mangrove kritis itu, perusahaan swasta telah terlibat dalam rehabilitasi 102.000 hektare.
Program lain dalam mengurangi laju deforestasi adalah akselerasi perhutanan sosial, moratorium penerbitan izin baru perkebunan dan kehutanan, serta menghentikan izin baru pemanfaatan hutan alam primer dan lahan gambut sejak 2011.
Sejak 2018 Kementerian Lingkungan mengevaluasi semua konsesi dan izin perusahaan perkebunan kelapa sawit, terutama dalam hal perlindungan keanekaragaman hayati. Agus mengklaim, dari sekitar 1,34 juta hektare lahan di konsesi, pengelola izin bisa mempertahankan hutan bernilai konservasi tinggi.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Ruandha Agung Sugardiman menambahkan upaya-upaya Indonesia itu mendapatkan pengakuan internasional. Ia menunjukkan bukti pembayaran penanganan deforestasi dan degradasi lahan dari pemerintah Norwegia dan Green Climate Fund (GCF) yang berimbas pada berkurangnya emisi pada 2014-2017.
“Indonesia mendapatkan persetujuan pembayaran berbasis hasil sebesar US$ 103,8 juta dari GCF dan US$ 56 juta dari Norwegia,” kata Ruandha. “Sejak tahun 2019, pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran tahunan untuk rehabilitasi lahan dan konservasi sekitar US$ 300 juta atau sekitar 63% dari APBN tahunan untuk sektor kehutanan.”
Kementerian juga menyampaikan usaha-usaha pemerintah menangani sampah laut dan mengelola terumbu karang secara berkelanjutan. Indonesia menghadapi problem serius sampah laut. Sebanyak 37% sampah rumah tangga berakhir di laut. Terutama sampah plastik yang jumlahnya 64 juta ton setahun.
Sebagai tindak lanjut pertemuan ini, Arab Saudi, sebagai pemimpin G20, hendak mengajukan dukungan pendanaan untuk mencegah degradasi lahan dalam Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Riyadh pada 21-22 November 2020. Sedangkan implementasi inisiatif-inisiatif akan dimulai pada 2021, sejalan dengan peluncuran Dekade PBB tentang Restorasi Ekosistem atau UN Decade on Ecosystem Restoration.
Para Menteri Lingkungan Hidup G20 juga sepaham untuk mendorong Italia, sebagai Pemimpin G20 2021 untuk melanjutkan dan memperkuat agenda prioritas di bidang lingkungan hidup. Agus Justianto menjelaskan ada tiga dokumen yang dibahas selama pertemuan berlangsung: komunike Menteri Lingkungan G20, insiatif global mengurangi degradasi lahan dan konservasi habitat daratan, dan akselerasi pembangunan dan penelitian terumbu karang.
Dokumen Komunike berisikan upaya pembangunan ekonomi pasca pandemi virus corona covid-19 yang mengedepankan lingkungan, khususnya dalam menghadapi tantangan kerusakan lahan dan kehilangan habitat, konservasi terumbu karang, dan pengurangan sampah laut.
Dokumen kedua merupakan inisiatif negara-negara G20 dalam memulihkan serta melindungi lahan terdegradasi secara global pada 2040. Sementara dokumen terumbu karang berisi kerangka penelitian dan pengembangan global menahan laju kehilangan terumbu karang. Platform ini mengatur pelaksanaan inisiatif meliputi aspek partisipasi, pendanaan, administrasi, dan tata kelola.
“Ketiga dokumen tersebut akan memperkuat upaya kolektif dalam melindungi lingkungan hidup di tingkat nasional, regional dan global,” kata Agus.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :