Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 11 November 2020

Usaha Mangrove di Masa Pandemi

Penduduk desa di Konawe Selatan membudidayakan mangrove untuk menjaga kebun dan menghasilkan secara ekonomi. Pandemi virus corona covid-19 membuat penghasilan mereka melorot.

Menanam mangrove untuk tempt berpijah ikan dan udang (Foto: Swary Utami Dewi)

PULUHAN orang duduk rapi, memakai masker, dan menjaga jarak. Sebagian perempuan, setengahnya berkaos biru, separuhnya berkaos hijau daun. Mereka adalah para petani Desa Ampera di Konawe Selatan—dua jam dari Kendari, ibu kota Sulawesi Tenggara. 

Pasa 6 November 2020 itu, mereka bersiap menanam mangrove. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan bantuan melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Petani di Desa Ampera dan Amolengu salah dua yang terpilih mendapatkan bantuan pemulihan di masa pandemi virus corona covid-19 itu.

Konstruksi Kayu

Ada 195 orang terlibat dalam proses penanaman mangrove dari dua desa ini. Mereka menanam mangrove seluas 145 hektare di kawasan konservasi Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo. Kawasan konservasi ini menjadi bagian wilayah kerja Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara.

Mereka yang berkaos biru adalah dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Safari Jaya dari Desa Ampera dan yang hijau dari KTH Belanak Desa Amolengu. Mereka menanam bibit propagul sebanyak 289.900 buah. Pemilihan program bantuan untuk mereka agaknya didasarkan pada kreativitas petani yang menjaga hutan negara dengan memakai pola agroforestri.

Menurut Kepala Seksi Konservasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara Laode Kaida, pemilihan dua KTH ini mengingat penduduk sejak lama bersemangat menanam mangrove. Tak hanya untuk menahan abrasi dan melindungi desa serta kebun mereka, mangrove merupakan andalan ekonomi.

Kepala BPDAS Sampara Muhammad Aziz Ahsoni menjelaskan menggandeng kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki komitmen kuat menjaga mangrove merupakan strategi penyaluran PEN.

Masyarakat dua desa itu—dulu mereka satu desa sebelum Ampera memisahkan diri—bekerja sebagai nelayan dan membuka kebun. “Mereka seperti amfibi: bisa di darat dan di laut,” Hamsir, Camat Kolona Timur, berseloroh.

Di darat, masyarakat membuka kebun di lahan milik masing-masing. Mereka mengandalkan hasil hutan bukan kayu seperti madu hutan. Selain itu mereka juga bertanam dengan pola agroforestri. Ke pohon-pohon hutan itu datang lebah membuat madu. Sarang lebah berada di pohon dengan ketinggian 50 meter.

Umar, dari KTH Safari Jaya, menunjukkan kepiawaiannya memanjat pohon dan memanen madu. Dengan tali-tali dan obor untuk mengusir lebah sejenak keluar sarang. Keahlian itu, kata Umar, dikuasai oleh hampir semua pemuda dan orang tua di desanya.

Jika tak memanen madu, para petani turun ke laut menjadi nelayan. Mereka menanam mangrove untuk memancing ikan dan ekosistem laut datang ke pantai. “Kalau mangrove bagus,” kata Nurjanah, Ketua KTH Belanak, “Kepiting dan udang juga gemuk-gemuk dan banyak. 

Sebelum pandemi covid, hasil panen udang dan kepiting dari mangrove, tiap keluarga mendapatkan Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta sekali panen. Pandemi membuat penghasilan penduduk menurun karena pembeli berkurang.

Program PEN mangrove memberikan sejumlah dukungan bagi masyarakat untuk menanam bibit mangrove. Penduduk desa mengumpulkan bibit propagul (bibit yang berasal dari buah mangrove yang bentuknya terjuntai panjang), mencari ajir (patok dahan kayu atau bambu untuk penahan bibit dari hantaman arus laut atau ombak), membuat pagar sederhana penahan ombak, serta menanam dan menyulam bakau.

Para petani terlihat menguasai cara memilih bibit unggul dan cara bertanam serta merawat bakau dengan benar. Yuslin, seorang pemuda anggota KTH Belanak dari Desa Amolengu dengan lancar menjelaskan cara memilih propagul yang matang dan siap tanam. Menurut dia, propagul matang banyak terdapat di mangrove dewasa di sekitar desa.

Dengan bantuan PEN, masyarakat berharap mereka bisa kembali memanen hasil laut seperti sebelum pandemi. Sebab, rehabilitasi mangrove akan menyuburkan ekosistem laut dan pemerintah bisa membantu mereka dalam pemasaran hasilnya.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Board Kawal Borneo Community Foundation dan anggota The Climate Reality Leaders of Indonesia.

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain