DENGAN 2 juta danau yang mengisi 9 persen wilayahnya, Kanada menjadi negara dengan jumlah danau terbanyak di dunia. Sebanyak 62% danau seluas lebih dari 0,1 kilometer persergi berada di Kanada. Indonesia, seperti tercantum dalam buku Identifikasi Danau Indonesia oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, memiliki 5.807 danau seluas 580.000 hektare.
Dari jumlah itu, sebanyak 4.000 danau berukuran kecil dan baru 2.000 yang memiliki nama. Identifikasi LIPI mengkonfirmasi studi Nature Communications bahwa sebaran danau terkonsentrasi di belahan bumi utara.
Wilayah-wilayah tersebut sebelumnya tertutup lapisan es raksasa, yang kemudian meleleh pada akhir Zaman Es dan menjadi danau hingga kini. Di wilayah pegunungan, danau terbentuk oleh pergerakan glasial dan tektonis. Di dataran banjir seperti Amazon di Brazil, danau terbentuk oleh banjir di dataran luas sekitar sungai.
Di Taman Nasional Banff Kanada, yang berusia 135 tahun, saya melihat danau Moraine dan Peyto, dua danau cantik dengan warna air hijau kebiruan. Ribuan turis dari seluruh dunia datang ke sini untuk melihat keindahan warna ini. Warna air danau berasal dari fitoplankton dan materi dasar danau serta jumlah dan intensitas sinar matahari yang memantul ke sana.
Fitoplankton, tumbuhan renik yang mengambang dalam air, menjadi sumber warna danau karena jumlahnya banyak. Dalam Scientific American, Fallowski (2002) menyebutnya “hutan laut tak kasat mata”. Mereka regulator iklim dan penyimpan CO2 di bawah air. Jika fitoplankton di laut punah, konsentrasi CO2 di atmosfer akan meningkat sebanyak 35% hanya dalam beberapa abad. Laut adalah penyerap 23% emisi gas rumah kaca yang terpantul dari atmosfer.
Pada danau yang besar dan dalam, fitoplankton menjadi produsen primer dalam proses fotosintesis dan berperan besar dalam mensintesis biomolekul esensial yang penting sebagai pangan biota air. Kondisi fitoplankton sangat terpengaruh oleh lingkungan fisik-kimia, juga suhu dan cahaya, termasuk tekanan antropogenik akibat ulah manusia.
Eutrofikasi, ledakan ganggang, terjadi karena penimbunan nutrisi yang berlebih dalam danau, khususnya fosfor, yang bersumber dari berbagai kegiatan industri, pertanian, dan berbagai praktik pemanfaatan lahan.
Meski memberikan warna cantik dan berlapis-lapis, ledakan ganggang ini berbahaya karena menghambat cahaya ke dasar danau, yang dibutuhkan fitoplankton untuk fotosintesis. Beberapa jenis ganggang juga beracun dan berbahaya bagi ekosistem danau. Pemanasan global dan semakin meningkatnya stratifikasi air danau ikut memperparah situasi ini.
Sebuah studi terhadap 188 danau terbesar di dunia dalam Science News menunjukkan bahwa pemanasan global berpengaruh terhadap penampakan warna danau. Danau yang hijau karena jumlah fitoplankton yang banyak akan makin hijau ketika suhu memanas karena jumlahnya makin banyak. Danau biru akan makin biru ketika suhu memanas karena fitoplankton makin sedikit.
Permukaan air yang memanas menjebak nutrisi di bawah lapisan permukaan danau, yang membuat nutrisi tidak tersedia bagi pertumbuhan fitoplankton. Ini berpotensi merusak, yaitu mengurangi produktivitas perikanan, karena kurangnya sumber pangan bagi binatang di dalamnya.
Dalam edisi terbaru, National Geographic mengulas kondisi the Great Lakes di Amerika Utara, yang mencemaskan karena berbagai tekanan antropogenis dan pemanasan global. Danau yang rusak tak hanya membuat ekosistem airnya lumpuh, hewan darat juga menderita karena mereka meminum airnya.
Di sekitar Danau Nipigon, Kanada, masyarakat pemburu melaporkan bahwa organ rusa rusak akibat meminum air danau yang tercemar konsentrat buangan industri dan bahan kimia pertanian. Akibatnya, masyarakat pun khawatir mengonsumsi daging buruan mereka.
Di Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah menetapkan 15 danau prioritas nasional yang perlu diselamatkan dan dikembalikan fungsinya karena berbagai tekanan, termasuk eutrofikasi dan polusi air akibat pembuangan limbah. Selain fungsi ekologisnya, danau menjadi magnet utama untuk ekowisata yang bisa menjadi penggerak ekonomi setempat.
Warnanya yang indah menjadi indikator pengelolaan untuk mencegah deteriorasi ketika suhu semakin hangat. Danau adalah bagian dari mata rantai siklus karbon. Menjaganya akan membantu meredam pemanasan global.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Rimbawan tinggal di Kanada. Menyelesaikan pendidikan doktoral dari University of Natural Resources and Life Sciences Wina, Austria, dengan disertasi dampak desentralisasi terhadap tata kelola hutan di Jawa
Topik :