Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 12 Desember 2020

Gen: Penentu Imunitas Terhadap Virus Corona

Mengapa ada orang kebal virus corona sementara ada yang menderita hingga kehilangan nyawa? Keturunan Neanderthal lebih rentan.

Manusia Neanderthal (Foto: SGrunden/Pixabay)

MISTERI besar dari pandemi virus corona yang sedang menginfeksi penduduk dunia hari ini adalah pertanyaan: mengapa beberapa orang bisa kebal bahkan tak menunjukkan gejala sakit sementara banyak orang menderita bahkan meninggal. Jawabannya kemungkinan genetika. 

Penelitian terbaru kolaborasi Universitas Monash dan Queensland, Australia, dan Universitas Edinburgh, Inggris, menguatkan dugaan itu. Dengan menganalisis genom 2.244 pasien covid-19 dari 208 fasilitas kesehatan Inggris, mereka menyimpulkan ada lima gen yang paling berisiko tak tahan terhadap infeksi virus corona SARS-Cov-2.

“Temuan kami menunjukkan penyakit kritis seperti covid-19 terkait dengan setidaknya dua mekanisme biologis: pertahanan antivirus bawaan dan cedera paru-paru yang dipicu oleh inang,” kata Kenneth Baillie yang memimpin penulisan studi tersebut.

Karena itu, menurut Baillie, mematikan atau tidak sebuah virus terhadap manusia, termasuk virus flu, tergantung genetika mereka. Dengan kata lain, faktor keturunan menentukan imunitas seseorang terhadap serangan virus atau bakteri. Orang kebal corona juga bisa dianalisis dari sini.

Soal genetika yang jadi kesimpulan Baillie dan para koleganya itu menguatkan temuan Hugo Zeberg dan Svante Pääbo dari Max Plank Institute Leipzig, Jerman, yang dipublikasikan di jurnal Nature pada Oktober 2020. Mereka menyimpulkan bahwa manusia yang memiliki gen homo Neanderthal cenderung lebih rentan terhadap infeksi virus corona.

Meski tak secara jelas persilangan Neanderthal, sebelum menghilang 50.000 tahun lalu, dengan manusia modern, para peneliti yang melacak genetika manusia ini meyakini bahwa 50% gen mereka ada dalam genetika penduduk Asia Selatan dan 16% orang Eropa. Neanderthal merupakan manusia purba yang menghuni lembah dan pegunungan Neander di Jerman lalu bermigrasi ke seluruh Eropa dan Asia.

Sebaran homo Neanderthal.

Dalam temuan Baillie, lima jenis gen yang mereka dapatkan paling rentan adalah IFNAR2, OAS, DPP9, TYK2, dan CCR2. Sementara genetika homo Neanderthal yang diteliti dari kerangka di Siberia berbeda dengan manusia modern, terutama pada lima gen RPTN, SPAG17, CAN15, TTF1, dan PCD16.

Dari buku Gene yang ditulis Siddhartha Mukherjee, kita tahu sejarah penemuan protein dalam kromosom organisme yang bisa diwariskan dari satu induk kepada anak-anaknya. Para ilmuwan tertarik meneliti kaitan penyakit dengan imunitas, meski belum secara jelas ditemukan penyebab penurunan kekebalan pada gen tertentu oleh penyakit tertentu, seperti virus corona ini.

Para peneliti sedang bekerja keras menemukan jenis-jenis gen tertentu yang kebal dan lemah terhadap virus. Jika menemukannya, riset ini akan menjadi basis pengobatan paling mujarab karena dosis bisa dibuat untuk jenis virus tertentu pada gen tertentu.

Sebuah penelitian pada 2010, misalnya, menemukan bahwa gen Neanderthal menjadi penyebab kematian 100.000 orang akibat flu burung dan flu babi. Gen Neanderthal, menurut para ahli, tak sempat beradaptasi dengan serangan virus modern, meski gen ini mewariskan respons terhadap rasa sakit dan menguatkan kandungan.

Kendati temuan gen dan imunitas ini penting mengungkap hubungannya untuk keperluan pencegahan dan pengobatan, ahli-ahli pandemi mengingatkan agar para peneliti berhati-hati menyimpulkan agar tak terjerumus ke dalam simplifikasi.

Menurut Mark Maslin, professor di Universitas College London dan penulis The Cradle of Humanity, ada banyak factor daya tahan tubuh seseorang terhadap infeksi suatu virus. Bukan saja karena virus corona telah menewaskan banyak orang yang bukan berasal dari genetika Neanderthal, respons tubuh dipengaruhi oleh lingkungan, kesehatan, dan genetika seseorang.

“Covid-19 adalah penyakit kompleks,” kata Maslin. “Kita harus menghindari penyederhanaan hubungan penyebab dan dampaknya.”

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain