Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 25 Oktober 2022

Kebutuhan Kayu Co-firing Biomassa PLTU Batu Bara

Co-firing biomassa pembangkit batu bara PLN akan menyumbang bauran energi bersih 3,59% pada 2025.

Co-firing biomassa PLTU batu bara

INDONESIA terkesan serius menurunkan emisi karbon. Dalam dokumen nationally determined contribution (NDC), target penurunan emisi sektor energi dinaikkan dari 11% menjadi 12,5% dari produksi emisi 2,87 miliar ton setara CO2. Salah satu caranya menaikkan biofuel 40% dan co-firing biomassa PLTU batu bara.

Co-firing adalah pencampuran bahan bakar terbarukan dengan energi fosil. Menurut Wakil Presiden Bioenergi PLN Anita Puspita Sari, PLN tidak akan menghentikan pemakaian pembangkit listrik tenaga uapa (PLTU) yang memakai batu bara. Namun, mencampurkan sumber bahan bakarnya dengan biomassa atau kayu.

Konstruksi Kayu

Untuk memenuhi target bauran energi baru dan terbarukan 2025 sebesar 23%, PLN membutuhkan 10,2 juta ton biomassa per tahun. Biomassa sebanyak itu akan menggantikan 12% batu bara. Sehingga penurunan emisi dari penggantian itu sebanyak 11 juta ton setara CO2.

Menurut Anita, dalam acara forum wartawan lingkungan pada 22 Oktober 2022, hingga 2025 ada 54 PLTU di 33 lokasi yang akan memakai bakan bakar pencapuran biomassa-batu bara. “Sudah 47 uji coba,” kata Anita.

Bahan bakar biomassa co-firing PLTU batu bara

Jika semuanya mulus, energi co-firing biomassa di PLTU akan menghasilkan listrik 12,71 terra watt jam (TWh). Angka ini setara dengan bauran energi terbarukan sebanyak 3,59%. Dari pembakaran biomassa itu, penurunan emisi 11,58 juta ton setara CO2.

Ada empat jenis biomassa yang akan dipakai PLN dalam co-firing biomassa ini: hutan energi, limbah pertanian atau perkebunan, limbah industri, dan sampah rumah tangga. Dengan memakai teknik pengeringan sampah (RDF plant), sampah rumah tangga bisa menjadi pelet yang sama seperti kayu.

Potensi hutan energi sebesar 49.578 hektare dengan biomassa sebanyak 991.560 ton. Produknya bisa berupa pelet kayu. Sementara limbah pertainan berupa tongkol jagung dan areng hampir 10,5 juta ton. Dan sampah kering rumah tangga bisa tembus 68,5 juta ton—jika hanya melihat jumlah sampah tahunan seluruh Indonesia.

Jika menghitung potensi hutan tanaman energi dan biomassa yang dihasilkannya, jika PLN membutukhan 10,2 juta ton kayu setahun, butuh hutan energi yang memasoknya dari hutan seluas 510.000 hektare. Dari hutan mana? Apakah akan menyebabkan deforestasi?

Untuk hutan tanaman energi, Kepala Sub Direktorat Pemolaan dan Pengolahan Hasil Hutan Kementerian Ligkungan Hidup dan Kehutanan Sudarmalik, hutan tanaman energi tak akan memicu deforestasi karena tak ditanam di hutan produksi apalagi di hutan alam. “Lahanya memakai lahan marjinal dan telantar,” kata dia.

Menurut Sudarmalik, co-firing bisa menumbuhkan kembali gairah industri kehutanan karena ada permintaan baru pasar kayu. Dengan skema multiusaha kehutanan, indistri kayu juga bisa diversifikasi produk menjadi pelet kayu untuk memasok bahan bakar biomassa ke PLTU.

Ikuti perkembangan terbaru biomassa di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain