PENGELOLAAN hutan, termasuk kawasan konservasi, mengacu pada pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan berkelanjutan berarti pemanfaatan hutan memperhatikan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Tujuannya menciptakan kelestarian kawasan konservasi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan tersebut.
Menurut statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kawasan konservasi hingga 2020 mencapai 27 juta hektare yang terbagi dalam beberapa fungsi, seperti taman nasional, suaka margasatwa, cagar alam, taman wisata alam, taman hutan raya, dan taman buru. Karena itu pemanfaatan kawasan konservasi secara berkelanjutan bisa berkontribusi dalam konservasi keanekaragaman hayati dengan cara mencegah deforestasi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kawasan konservasi seperti suaka margasatwa, selain sebagai tempat perlindungan satwa, juga berperan sebagai penghasil jasa lingkungan. Salah satu jasa lingkungan yang berasal dari kawasan suaka margasatwa adalah air. Jasa lingkungan air menjadi tolok ukur kualitas lingkungan hidup dan keberlanjutan ekonomi. Salah satu peran air, selain mencukupi kebutuhan pangan, juga penyediaan energi.
Jasa lingkungan air yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energi adalah pembangunan Pembangkit Listrik tenaga Mikro Hidro (PLTMH). PLTMH memanfaatkan energi potensial air alami, seperti sungai atau air terjun untuk menghasilkan listrik yang bersih dan ramah lingkungan.
Penyediaan energi listrik melalui pembangunan PLTMH sebagai energi baru dan terbarukan (EBT) memberikan beberapa keuntungan bagi lingkungan, yaitu mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, rendah emisi karbon, dan tidak menimbulkan polusi suara.
Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi KLHK menargetkan bisa membangun minimal 50 unit pemanfaatan energi air dari kawasan konservasi. Pemanfaatan sumber daya pada kawasan konservasi juga mesti sinergis dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan mendorong partisipasi publik dalam pelestarian fungsi hutan.
Berbagai kajian dan pengalaman menunjukkan bahwa pengembangan partisipasi masyarakat dalam menjaga hutan di sekitarnya bisa tercapai apabila hutan mampu memberikan manfaat nyata bagi mereka. Partisipasi ini muncul sebagai dampak dari hubungan timbal balik positif hutan dan masyarakat. Ketika ekonomi masyarakat meningkat, diharapkan tekanan terhadap kawasan konservasi menjadi berkurang bahkan tidak ada.
Masyarakat dengan ekonomi yang lebih baik bisa berperan aktif dalam pelestarian hutan. Sumber-sumber penghidupan yang berasal dari kawasan konservasi telah digantikan oleh sumber penghidupan yang berasal dari usaha produktif yang didukung oleh ketersediaan energi listrik yang berasal dari jasa lingkungan air. Dengan demikian akses energi yang lebih baik berdampak positif terhadap pertumbuhan perdesaan dan mata pencaharian.
Jasa lingkungan air, sebagaimana barang lainnya, memiliki nilai ekonomi. Kartodihardjo (2022) mengulas selama ini pendapatan nasional tidak mengakomodasi nilai ekonomi dari jasa lingkungan sehingga berakibat nilai ekonomi sesungguhnya dari kawasan konservasi menjadi kabur.
Jika pengetahuan menilai ekonomi air dari kawasan konservasi lebih baik, bukan tidak mungkin aktivitas konservasi bisa kemandirian masyarakat dalam menjaga kawasan hutan. Sebaliknya, pemanfaatan jasa lingkungan air tanpa mempertimbangkan nilainya berakibat pemanfaatan yang tidak berkelanjutan.
Penelitian saya di kawasan suaka margasatwa Buton Utara, Sulawesi Tenggara, kesediaan masyarakat membayar listrik mikrohidro per kWh rata-rata sebesar Rp 2.611. Nilai ini lebih besar ketimbang kesediaan membeli listrik dari PLN yang hanya Rp 1.352 (900kVa). Tumbuh kesadaran masyarakat membayar listrik lebih tinggi karena daerah yang sulit dalam mengembangkan mikrohidro.
Maka di sini partisipasi masyarakat melakukan konservasi secara mandiri di kawasan hutan menjadi penting. Kesadaran pada kebutuhan listrik yang bisa dihasilkan dari kawasan konservasi akan mendorong mereka terus menjaga sumber-sumber air.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya mikrohidro sebagai penyedia energi listrik yang bersumber dari air mencegah mereka melakukan pembalakan liar, perburuan ilegal, dan perambahan. Dengan begitu, kegiatan konservasi secara mandiri tumbuh dari kebutuhan akan energi air yang dihasilkan di hutan-hutan konservasi.
Ikuti percakapan tentang mikrohidro di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti ahli muda Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Topik :