HUTAN butuh satwa liar. Sebaliknya, satwa liar tak akan hidup tanpa hutan. Keduanya saling membutuhkan, keduanya saling menguatkan.
Serangga seperti lebah dan rama-rama berperan sebagai polinator. Mereka akan membantu penyerbukan tumbuhan sehingga hutan bisa bereproduksi dan beregenerasi.
Bagaimana dengan serangga yang berperan sebagai hama? Mereka ada untuk menjaga keseimbangan. Serangga yang menggerogoti pohon membuat pohon-pohon tua akan roboh dan mati sehingga ada ruang bagi tanaman bawah untuk tumbuh menggantikannya.
Siklus yang kita pelajari dalam biologi dasar ini menjadi penopang bumi menjadi planet yang nyaman ditinggali oleh pelbagai spesies. Kini keadaannya semakin runyam karena aktivitas manusia.
Homo sapiens praktis menjadi mahluk pemenang dan penakluk muka bumi. Begitu manusia muncul 70.000 tahun lalu, keragaman hayati pelan-pelan berkurang. Populasinya yang meningkat membuat mahluk lain menjadi tersisih.
Hutan binasa karena dibuka untuk permukiman dan infrastruktur. Populasi orangutan, gajah, badak berkurang karena mereka kehilangan habitat.
Studi di Biological Journal of the Linnean Society menunjukkan dalam feses orangutan setidaknya terdapat 800 biji tumbuhan. Sebagai satwa arboreal, orangutan berperan membuka kanopi hutan agar sinar matahari bisa masuk ke lantai hutan sehingga tumbuhan tanah bisa berfotosintesis.
Gajah hutan memakan semai-semai tanaman cepat tumbuh sehingga memberikan kesempatan bagi bibit tanaman lambat tumbuh berkembang. Sementara rusa membantu memakan tumbuhan bawah dan semak sehingga memberikan ruang bagi semai untuk tumbuh. Kotoran mereka juga kaya nutrisi untuk menunjang pertumbuhan pelbagai tanaman ini.
Satwa herbivora berpotensi menghabiskan anakan pohon sehingga regenerasi hutan tidak terjadi. Karena itu hewan karnivora berperan mengontrol populasi herbivora di hutan. Keberadaan karnivora memberi jaminan agar anakan pohon dapat tumbuh dengan baik.
Di Taman Nasional Yellowstone, Amerika Serikat, terjadi ledakan rusa besar (elk) akibat perburuan masif terhadap serigala hutan sejak 1920. Akibatnya, wilayah tepi sugai gundul karena tanamannya menjadi santapan rusa yang meningkat jumlahnya. Burung-burung pergi akibat kehilangan pohon.
Di Afrika Barat, ledakan populasi babon membuat ladang-ladang pendukung gagal panen. Ledakan babon itu akibat populasi singa dan macan tutul yang memangsa mereka habis diburu. Naiknya jumlah babon menaikkan risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia (zoonosis).
Dari sini terlihat hubungan logis antara kelestarian hutan dengan manusia. Menurut Bank Dunia, 75% manusia kini tinggal di daerah terpencil yang bergantung pada hasil alam, termasuk hutan.
Sementara mereka yang tinggal di perkotaan juga membutuhkan hutan karena 25% obat-obatan mengandung herbal yang berasal dari hutan.
Laporan WWF dalam Living Planet yang terbit sejak 1970 menunjukkan manusia telah bertanggung jawab dalam pemusnahan 60% satwa liar di dunia. Aktivitas seperti perburuan liar, deforestasi, fragmentasi habitat, dan penggunaan pestisida menjadi beberapa penyebab musnahnya satwa liar dalam setengah abad terakhir.
Artikel lain:
The International Union for Conservation of Nature (IUCN) melaporkan 42.100 spesies kini terancam punah. Beberapa di antaranya bahkan berada di bawah 100 individu, seperti badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis).
Para ahli acap mengingatkan bahwa bumi kini memasuki kepunahan keenam atau menghilangnya penghuni bumi seperti kiamat-kiamat kecil yang terjadi sejak bumi berputar. Berbeda dengan lima kepunahan sebelumnya yang diakibatkan oleh bencana alam, kepunahan keenam diakibatkan oleh aktivitas manusia yang mengakibatkan krisis iklim.
Pemanasan global membuat bumi kehilangan keseimbangan akibat keanekaragaman hayati berkurang. Berkurangnya satwa liar menjadi pertanda prediksi para ahli itu.
Ikuti pembahasan masa depan satwa liar di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :