TUMBUHAN konifer telah ada sejak masa Carboniferous 300 juta tahun yang lalu. Kelompok tumbuhan ini menjadi tumbuhan penyusun ekosistem darat, terutama penyusun biomassa kayu di hutan kawasan bumi utara dan sebagai penyusun ekosistem hutan pegunungan di wilayah tropis. Tumbuhan konifer yang masih bertahan hingga sekarang juga lebih purba daripada tumbuhan berbunga yang pada saat ini jauh lebih beragam.
Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati tinggi, Indonesia memiliki banyak jenis tumbuhan konifer asli. Beberapa jenis seperti pohon damar (Agathis dammara) dan pinus (Pinus merkusii) telah dikenal dan dimanfaatkan secara luas. Juga jenis lain seperti damar laki-laki (Araucaria cunninghamii).
Di Indonesia, beberapa jenis tumbuhan konifer dari luar negeri juga tumbuh ranum. Salah satunya adalah bunya-bunya atau bunya pine.
Bunya-Bunya merupakan tumbuhan konifer yang menyebar dari Queensland, Australia. Walaupun disebut pine, bunya-bunya tidak termasuk dalam marga pinus. Tumbuhan ini justru termasuk dalam marga Araucaria dan bernama ilmiah Araucaria bidwillii Hook. Banyak sumber menyebutkan pemberian nama jenis bidwillii merupakan penghormatan bagi botanis berkebangsaan Inggris, John Carne Bidwill yang mengkoleksi dan mengirimkan spesimen tumbuhan ini sehingga bisa dideskripsikan secara ilmiah untuk pertama kali oleh botanis Inggris lainnya, Sir William Jackson Hooker.
Selain dikenal sebagai bunya-bunya atau bunya, berbagai sumber menyebutkan bahwa tumbuhan ini juga dikenal oleh penduduk asli Australia dengan berbagai nama lain seperti boonya, banya bunya, bunnia, bonyi-bonyi atau bunyi.
Bunya-bunya merupakan tumbuhan berperawakan pohon yang bisa mencapai tinggi 50 meter. Mengacu pada website The Gymnosperm Database pohon Bunya-Bunya tertinggi dilaporkan oleh Van Pelt dari Taman Nasonal Gunung Bunya, Queensland, setinggi 51,5 meter saat diukur pada 2002. Website yang sama juga melaporkan bahwa spesimen terbesar tumbuhan ini tercatat dari tanaman yang berumur 150 tahun di Bowrai, New South Weles, Australia dengan diameter batang 215 sentimeter.
Dibandingkan jenis konifer lain, bunya-bunya memiliki ciri khas yaitu bagian mahkota percabangannya yang berbentuk kubah saat dewasa.
Bunya-bunya merupakan tumbuhan penting bagi penduduk asli Australia. Biji bunya-bunya atau disebut juga sebagai kacang bunya-bunya yang dapat dimakan menjadi daya tarik utama tumbuhan ini. Hasil penelitian Nadolny dkk. menunjukkan hampir separuh dari keseluruhan berat kacang bunya-bunya adalah air.
Kacang bunya-bunya juga rendah lemak dan protein, mengandung semua jenis asam amino esensial dan Omega-3 serta Omega 6, berbagai macam mineral seperti tembaga, mangan, besi, dan magnesium serta merupakan sumber serat makanan, folat dan senyawa fenol dalam konsentrasi tinggi yang terdapat pada kulit ari dan kulit dalamnya.
Penelitian lanjutan Nadolny dkk. menunjukkan bahwa kacang bunya-bunya memiliki aroma dan rasa gurih. Sementara itu dibandingkan dengan kacang kastanye, kacang bunya-bunya terasa kurang manis. Kacang bunya-bunya yang direbus atau dibakar juga menunjukkan tekstur yang lebih keras saat digigit pertama kali dan terasa lebih kering, rapuh dan kasar saat dikunyah dibandingkan kacang kastanye.
Nilai penting kacang bunya-bunya bagi penduduk asli Australia sebagai pemersatu. Lembar panduan Taman Nasional Gunung Bunya menyebutkan bahwa dari generasi ke generasi masyarakat Aborigin melakukan perjalanan jauh untuk merayakan panen biji bunya-bunya di taman nasional tersebut. Perayaan ini sekaligus menjadi waktu bagi mereka untuk berinteraksi, menyelesaikan konflik, menyelenggarakan pernikahan, dan berdagang.
Di Indonesia, bunya-bunya di antaranya tumbuh di Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, dan Kebun Raya “Eka Karya” Bali. Koleksi tertua Bunya-Bunya di kebun raya Cibodas tersebut ditanam pada tahun 1866. Sementara itu koleksi bunya-bunya di Kebun Raya “Eka Karya” Bali ditanam pada tahun 1959, bertepatan dengan tahun pendirian kebun raya tersebut.
Di Kebun Raya Cibodas dan “Eka Karya” Bali Bunya-Bunya ditanam sebagai tumbuhan ornamental. Di Kebun Raya Cibodas, tumbuhan ini ditanam mengapit sebuah jalan yang dinamai Araucaria Avenue, sementara di Kebun Raya “Eka Karya” Bali tumbuhan ini ditanam berderet di sebelah rumah kaca kaktus. Perawakan dan percabangan bunya-bunya menjadikan tumbuhan ini potensial sebagai tumbuhan ornamental.
Perkecambahan yang unik
Pada umumnya perkecambahan tumbuhan terjadi dengan anakan yang tumbuh langsung dari biji, baik disertai dengan pengangkatan daun lembaga (epigeal) maupun tidak (hypogeal). Namun, perkecambahan biji bunya-bunya disebut Cryptogeal. Istilah crypto secara harfiah berasal dari bahasa Yunani yang berarti “tersembunyi” atau “rahasia”. Istilah ini dapat juga berasal dari kata crypt yang merupakan istilah bahasa Latin bagi ruang bawah tanah.
Perkecambahan bunya-bunya unik karena anakannya tumbuh dari umbi yang berkembang dari biji, berbeda dengan proses perkecambahan biji pada umumnya di mana anakan muncul dari biji. Pada awalnya perkecambahan biji bunya-bunya terlihat sama dengan perkecambahan tumbuhan lain di mana biji akan menyerap air dan menumbuhkan calon akar. Hanya saja pada proses ini yang tumbuh dari biji bunya-bunya bukanlah calon akar melainkan tabung daun lembaga yang memanjang dan menghunjam ke tanah.
Setelah beberapa waktu, bagian tabung daun lembaga yang berada di dalam tanah akan membengkak dan membentuk umbi. Mengacu pada Burrow dkk. pemanjangan tabung daun lembaga ini membuat calon akar, calon batang dan nutrisi yang tersimpan dalam biji bunya-bunya terdorong keluar menuju umbi yang telah terbentuk.
Hasil penelitian lebih lanjut oleh Burrow dkk. menunjukkan proses perpindahan kandungan dari biji ke umbi mengakibatkan biji bunya-bunya kehilangan 91% beratnya selama proses perkecambahan. Seiring berjalannya waktu, umbi bunya-bunya yang terkubur dalam tanah akan semakin membesar dan kemudian menumbuhkan akar dan batang. Sesaat sebelum fase ini, tabung daun lembaga akan mengering sehingga umbi dan biji akan terlepas.
Proses perkecambahan yang unik ini tidak terjadi tanpa sebab. Mengacu pada beberapa sumber perkecambahan cryptogeal pada biji bunya-bunya merupakan bentuk adaptasi tumbuhan tersebut untuk bertahan pada lingkungan yang secara periodik mengalami kebakaran. Dengan menumbuhkan umbi di dalam tanah, dan memindahkan embrio serta nutrisi ke dalam umbi tersebut bunya-bunya bisa memastikan bahwa anakan tumbuhan akan terhindar dari api dan masih dapat tumbuh saat kondisi telah membaik.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Peneliti di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan Kebun Raya dan Kehutanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Topik :