Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 02 Juni 2023

Sosialisasi KHDPK Setelah Dua Tahun

Pemerintah mensosialisasikan KHDPK. Realisasi masih minim.

KHDPK dan KHDTK

SETELAH dua tahun aturannya terbit, pemerintah baru mensosialisasikan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono dan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supryanto berkeliling ke Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur untuk menjelaskan kebijakan KHDPK.

KHDPK adalah kebijakan terbaru pemerintah untuk menata kembali pengelolaan hutan di Jawa. Setelah era kolonialisme Belanda berakhir, 2,4 juta hektare hutan di Jawa dikelola oleh Perum Perhutani. Jawatan ini kemudian diakuisisi menjadi perusahaan negara berbentuk BUMN.

Dengan KHDPK, pemerintah hendak mengambil alih 1,1 juta hektare hutan yang selama ini digarap Perhutani. Hutan tersebut akan dikelola dengan enam tujuan: perhutanan sosial, penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan, dan pemanfaatan jasa lingkungan.

Di masa transisi ini, realisasi KHDPK di Jawa Barat baru 14% atau 38.821,75 hektare dari target 269.782 hektare. “Untuk mempercepatnya kami membentuk Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial melalui surat keputusan gubernur,” kata Kepala Dinas Kehutanan Jawa Barat Dodit Ardian Pancapana saat ikuti sosialisasi pada 31 Mei 2023.

Luas yang disebut Dodit adalah luas perhutanan sosial yang dikelola 133 kelompok yang melibatkan 21.159 petani. Mereka umumnya memanfaatkan kawasan hutan untuk bertanam kopi (40%), lalu buah-buahan sebanyak 14%, jasa wisata 9%, dan rempah-rempah 8%.

Menurut Dodit, dengan jumlah penduduk 48 juta—provinsi terpadat di Indonesia—Jawa Barat butuh KHDPK. Apalagi 10% wilayahnya pegunungan. Sehingga masyarakat yang menekan kawasan hutan tersalurkan memanfaatkan hutan negara secara lestari di hulu.

Karena itu, sambung Bambang Hendroyono, KHDPK juga bertujuan mengurangi konflik sosial. Selama ini konflik terjadi antara masyarakat yang merambah hutan dengan Perhutani. Perhutanan sosial memberikan akses legal kepada mereka untuk mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan tersebut.

Pembagian Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK)

Di masa transisi ini, kata Hendroyono, pemerintah mensosialisasikan KHDPK melalui beberapa tahapan: penetapan wilayah Perhutani dalam KHDPK, penataan regulasi, kelembagaan dan sumber daya manusia, serta tata kelola KHDPK dan Perhutani, lalau rancangan desain perencanaan pengelolaan hutan di KHDPK.

Bambang Supriyanto menjelaskan pedoman KHDPK sebagai panduan teknis melaksanakan kebijakan ini di lapangan. Ada dua pedoman KHDPK: pedoman Perhutanan Sosial Kemitraan Kehutanan dan Kemitraan Kehutanan Perhutani. “Pedoman ini menjadi acuan dalam penyelesaian usulan-usulan dari masyarakat yang berada di areal KHDPK maupun dalam areal Perhutani,” kata Supriyanto.

Ikuti percakapan tentang KHDPK di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain