Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 23 Juni 2023

Conservation Basic Income, Apa Itu?

Conservation basic income (CBI) bisa memberikan keamanan finansial untuk masyarakat di kawasan konservasi. Konsep baru.

Masyarakat adat Papua (Foto: Majalah Kasuari Inovasi)

ADA ratusan juta orang dalam komunitas lokal, mereka yang hidup di sekitar hutan dan mengandalkan hidup pada alam. Di Indonesia, ada lebih dari 70 juta masyarakat adat yang memanfaatkan sumber daya alam secara langsung. Umumnya mereka hidup di bawah garis kemiskinan di banyak negara berkembang.

Kemiskinan menjadi salah satu faktor pendorong mereka untuk mengkonversi lahan dan hutan yang berujung pada deforestasi, meski tak sebesar yang dilakukan industri.

Jika industri didorong untuk menerapkan pengelolaan hutan secara lestari, untuk masyarakat perorangan ada gagasan mewujudkan conservation basic income atau CBI.

Ide CBI muncul pada 2020. Ide tersebut dijabarkan oleh Robert Fletcher dan Bram Buscher dalam sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Biological Conservation. Dalam studi tersebut, Fletcher menjelaskan bahwa CBI adalah pendapatan tunai tanpa syarat yang diberikan kepada setiap individu yang tinggal di sekitar kawasan konservasi penting.

Konsep CBI hadir untuk mengatasi ketimpangan ekonomi yang terjadi di masyarakat sekitar kawasan konservasi. Dengan memberikan CBI, masyarakat di sekitar kawasan konservasi dapat memenuhi kebutuhan dasarnya tanpa perlu menebang hutan dan membuka lahan baru. Alhasil, mereka mendapat keamanan finansial.

Tapi, dalam studi Fletcher dan Buscher saat itu masih menyisakan tanda tanya. Berapa jumlah uang yang dibutuhkan untuk CBI? Siapa saja yang menerimanya?

Pertanyaan itu melahirkan studi lanjutan oleh de Lange, peneliti di University of Edinburg. Bersama sekelompok peneliti, de Lange mengkaji lebih dalam terkait CBI dan seberapa efektif gagasan ini, yang hasilnya dipublikasikan di jurnal Nature Sustainability pada Mei 2023.

Menurut mereka, pemerintah perlu menetapkan penerima CBI dengan kriteria tertentu, seperti lokasi tinggal di kawasan konservasi penting. De Lange dan para peneliti coba memetakan potensi komunitas lokal penerima CBI.

Berdasarkan hitungan kasar, setidaknya ada 232 juta hingga 1,6 miliar orang yang berhak mendapat CBI. Sebanyak 75% di antaranya bertempat di negara berpendapatan rendah hingga menengah. Alhasil, setidaknya dana yang dibutuhkan untuk program CBI berada di rentang US$351 miliar hingga US$ 6,73 triliun per tahun.

Biaya terendah CBI sebesar US$351 miliar lebih tinggi dibanding dana konservasi secara global dalam satu tahun, yakni hanya sekitar US$133 miliar. Namun, biaya tertinggi CBI yang sebesar US$ 6,73 triliun, jauh lebih rendah dibanding nilai ekonomi yang didapat dari ekstraksi alam sebesar US$44 triliun.

Sejatinya konsep CBI bukanlah hal baru. Di Indonesia, REDD+ menjadi program insentif pembiayaan kepada komunitas lokal yang melindungi hutan di sekitar mereka. Proyek, bantuan, dan penyediaan lapangan kerja baru dalam REDD+ memberikan pendapatan cukup signifikan bagi masyarakat sekitar hutan. Namun, REDD+ baru sebatas proyek, belum menjadi program yang berkelanjutan dan praktik sehari-hari dalam skala ekonomi yang luas.

Pertanyaannya, apakah CBI merupakan solusi untuk menghentikan eksploitasi dan mendukung upaya pelestarian alam?

Perlu studi dan percobaan untuk mengetahuinya. Namun, de Lange berpendapat dengan memberikan keamanan finansial, ketergantungan masyarakat terhadap kegiatan eksploitasi alam bisa berkurang, memberikan peluang baru untuk masyarakat, dan memperkuat perekonomian masyarakat lokal.

Fletcher dan Buscher dalam studinya di 2020 juga tak menepis kemungkinan CBI berpotensi mempercepat deforestasi dan konversi lahan. Sebab bisa saja, komunitas lokal justru menggunakan CBI untuk membeli alat yang lebih canggih untuk membersihkan lahan. Maka dari itu, CBI harus diuji keefektifannya secara langsung.

Di Indonesia, REDD+ tak hanya mendorong kemandirian ekonomi, juga memperkuat kelembagaan masyarakat sehingga praktik mencegah deforestasi dan degradasi lahan dengan memberikan pekerjaan tetap berlangsung secara berkelanjutan.

Saat ini, CBI sedang diuji coba di Zimbabwe dan Papua, Indonesia. Tak bisa dipungkiri, pendanaan adalah hal penting untuk mendukung konservasi. Namun tak hanya sekadar memberi uang secara cuma-cuma, peningkatan edukasi, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan kapasitas masyarakat, dan menciptakan alternatif lapangan kerja juga perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan konservasi di suatu tempat.

Ikuti percakapan tentang conservation basic income di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain